Senin, 21 Juni 2010

Fotela “Filter Udara dan Penyejuk Udara Alternatif” BIDANG KEGIATAN: YOUTH AND BIODIVERSITY

June 21st, 2010 | Author: sitis0820 | Edit
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak kota-kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, salah satunya adalah semakin memburuknya kualitas udara di kota-kota tersebut. Hal ini dikarenakan polusi udara yang semakin meningkat dan seolah tidak dapat terpisahkan dari kehidupan kota-kota diseluruh dunia. Masalah pencemaran udara di kota besar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu topografi, kependudukan, iklim dan cuaca serta tingkat perkembangan sosio ekonomi dan industrialisasi. Masalah-masalah ini akan meningkat keadaannya jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat.

Pertumbuhan polusi kota dan tingkat industrialisasi yang tidak terhindarkan akan mengarah pada kebutuhan energy yang lebih besar, ini berarti akan menghasilkan pembuangan limbah yang lebih banyak, pembakaran bahan bakar baik untuk rumah tangga, pembangkit listrik atau kendaraan bermotor yang menjadi zat-zat pencemar di daerah perkotaan. Zat-zat pencemar udara yang paling sering dijumpai di lingkungan perkotaan adalah SO2, NO2, CO, O3, SPM (Suspended Particular Matter) dan Pb. Zat-zat pencemar udara tersebut dihasilkan terutama oleh kendaraan bermotor yang jumlahnya terus meningkat di kota-kota besar di Negara industri.

Variasi sumber polusi udara di kota-kota berkembang menunjukkan angka yang lebih besar lagi. Suatu hal yang perlu diperhatikan pada beberapa Negara berkembang adalah cenderung banyaknya kendaraan bermotor tua dan tak terawat sehingga jelas merupakan suatu faktor yang menunjukkan kendaraan tersebut adalah sumber-sumber zat pencemar. Selain zat-zat pencemar tradisional seperti yang sudah disebutkan diatas, sejumlah besar racun dan zat kimia juga meningkat, seperti logam-logam berat pilihan (Berilium, Catnium, Mercury, zat-zat organic, benzene, polychloride benzo-dyoxcide, furan, formaldehyde, vinyl chloride, polyaromatic hydrocarbon, Radionucleids, fibers, dan asbes). Bahan-bahan kimia tersebut dihasilkan oleh berbagai macam sumber seperti pembakaran sampah dan proses-proses limbah hasil industry dan juga kendaraan bermotor. Walaupun emisi zat kimia ini lebih rendah daripada zat pencemar tradisional namun resiko yang ditimbulkan terhadap kesehatan bersifat sangat tinggi atau karsinogenik.

Industri sebagai salah satu penyumbang terbesar dalam polusi udara juga berperan dalam pencemaran melalui limbah yang dihasilkan. Limbah-limbah industri tersebut biasanya mencemari perairan dan sungai-sungai yang terdapat disekeliling industri tersebut. Polusi air memang menjadi salah satu penyebab kematian manusia, disamping terdapat pengaruh akibat polusi udara dan tanah yang diakibatkan zat polutan organik dan kimiawi yang terakumulasi baik di dalam udara yang dihirup dan air yang diminum setiap hari. Akses terhadap air bersih pun semakin lama semakin sulit akibat pembangunan di bidang industri khususnya. Emisi dari kegiatan industri juga dapat dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dalam proses industri. Pembakaran bahan bakar untuk berbagai kegiatan industri termasuk pembangkitan listrik, produksi kimia dan produk lainnya, pengolahan logam, insinerasi, penggunaan bahan bakar industri, merupakan sumber pencemar industri yang utama.

Algae Chorella pyrenoidosa dan air mancur dipilih sebagai sarana penanganan limbah udara, karena algae chlorella pyrenoidosa dapat tumbuh dan berkembangbiak pada air kotor, sehingga sangat baik jika dikombinasikan dalam air mancur. Selain itu algae chlorella pyrenoidosa dapat menurunkan kadar tembaga karena algae mempunyai kemampuan untuk menyerap logam-logam berat termasuk Cu dengan cara melakukan penyerapan melalui permukaan selnya dengan proses adsorpsi. Setelah itu logam dapat diserap oleh sel algae sampai pada titik optimal. Sedangkan air mancur bisa difungsikan sebagai filter udara yang dapat menyaring beragam zat pencemar dan beracun yang ada di udara. Proses filtrasi udara tersebut terjadi melalui peristiwa difusi dan kucuran air.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah chlorella mampu menyerap logam-logam berat dan zat-zat berbahaya hasil dari polusi udara dan emisi proses industri?
2. Apakah pergerakan air dapat mengoptimalkan kemampuan kinerja chlorella dalam penyerapan logam-logam berat dan zat-zat berbahaya hasil dari polusi udara dan emisi proses industri?
3. Apakah kinerja dari produk Fotela, “Filter Udara dan Penyejuk Udara Alternatif” dapat diterapkan pada daerah-daerah yang memiliki permasalahan pencemaran udara yang terjadi saat ini?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalahnya, maka tujuan dari peneitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas kinerja dari produk Fotela, “Filter Udara dan Penyejuk Udara Alternatif” dalam kemampuannya menyerap logam-logam berat dan zat-zat berbahaya hasil dari polusi udara dan proses industri, sebagai solusi permasalahan pencemaran udara yang selama ini terjadi di dunia.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan dapat memberikan sumbangan solusi alternatif permasalahan pencemaran udara yang telah terjadi. Kepada mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan penelitian untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut. Dari pemerintah dapat menjadi pertimbangan pembuatan peraturan perundang-undangan mngenai pencemaran udara. Kepada masyarakat sekitar dapat mengurangi pemakaian kendaraan bermotor untuk mendukung program ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumber Pencemaran Udara

Pertumbuhan ekonomi nasional mendorong laju konsumsi BBM terutama di sektor transportasi dan industri. Pada tahun1992 tercatat konsumsi energi di sektor transportasi sebesar 98.89 MBOE dan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 185.79 MBOE pada tahun 2003, serta diperkirakan akan menjadi 273.16 MBOE pada tahun 2020 (Statistic Energy, LPE 2004). Dalam kurun waktu 2000-2003, jumlah kendaraan di Indonesia yang bertambah rata-rata 12% per tahun (Statistik Perhubungan, BPS 2004) mendominasi beban emisi total CO, HC, dan NOx. Menurut catatan pusat penelitian kesehatan UI dan Bank Dunia (2004) polusi udara di perkotaan Indonesia dapat menurunkan angka harapan hidup. Kondisi ini merupakan akumulasi dari peningkatan penyakit akibat polusi udara, seperti jantung dan penyakit paru-paru.

2.1.1. Partikulat (PM10)

Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap dan uap. Pertikel ini berukuran kecil, dapat tinggal di atmosfir udara dalam waktu lama dan jika terhisap ke dalam sistem pernafasan dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru. Partikel yang berukuran kecil (inhalable) merupakan partikel yang memiliki diameter dibawah 10 µm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 µm/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µm/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronchitis. Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder yang berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel sekunder PM2,5 ini dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke sistem pernapasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan. Pertikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk dalam partikel ini adalah partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor.

2.1.2. Ozon (O3)

Ozon adalah pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfir dari reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia, seperti serangan jantung, gangguan pada sistem pernapasan, dan gangguan pada paru-paru akut. Percepatan produksi ozon dibantu dengan senyawa lain, seperti NOx, hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Selain menyebabkan dampak yang merugikan bagi manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain sebagainya), penurunan hasil pertanian dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati.

2.1.3. Carbon Monoxide (CO)

Karbon monoksida adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna, seperti bensin, minyak, dan kayu bakar. Selain itu gas ini juga diproduksi dari pembakaran produk-produk alam dan sintesis, termasuk rokok. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak menyebabkan iritasi. CO dapat menyebabkan masalah pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) pada ruang-ruang tertutup seperti garasi, tempat parker bawah tanah, terowongan dengan ventilasi yang buruk, bahkan mobil yang berada di tengah lalu lintas. Gas karbin miniksida dapat memasuki tubuh melalui pernagasan dan diabsopsi di dalam peredaran darah. Karbon momoksida akan berikatan dengan hemoglobin (yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh) menjadi carboxyhaemoglobin. Gas CO mempunyai kemampuan berikatan dengan hemoglobin lebih tinggi dibandingkan kemampuan berikatan dengan O2. Ini akan berakibat pada pasikan O2 yang akan menurun tajam, sehingga dapat melemahkan kontraksi jantung dan menurunkan volume darah yang didistribusikan. Konsentrasi rendah dapat menyebabkan pusing-pusing dan keletihan, sedangkan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.

2.1.4. Carbon Dioxide (CO2)

Karbon dioksida (CO2) adalah gas yang diemisikan dari sumber-sumber alamiah dan antropogenik. Karbon dioksida adalah gas yang secara alamiah berada di atmosfer Bumi, berasal dari emisi gunung berapi dan aktivitas mikroba di tanah dan lautan. Karbon dioksida yang ada dapat terlarut di dalam air hujan dan membentuk asam karbonat yang menyebabkan air hujan bersifat lebih asam bila dibandingkan dengan air tawar. Akibat aktivitas manusia (pembakaran batu bara, minyak, dan gas alam) konsentrasi global CO2 telah meningkat 28% sejak revolusi industri sampai pada masa kini. Masalah utama akibat peningkatan CO2 adalah perubahan iklim akibat gas rumah kaca dari CO2 yang menyebabkan pemanasan global.

2.1.5. Nitrogen Oxide (NOx)

Oksida nitrogen adalah kontributor utama smog dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organic volatile membntuk ozon dan oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia dan dengan air hujan menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam. Smog fotokimia berbahaya bagi manusia karena menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan. Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan Bumi) dapat membahayakan tanaman-tanaman, pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir mmasuki danau dan sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta mngubah proses pembakaran fosil, seperti bensin, batu bara, dan gas alam.

2.1.6. Sulfur Dioxide (SO2)

Gas sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berbau bila berada pada konsentrasi rendah tetapi akan berbau tajam pada konsentrasi pekat. Sulfur dioksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batu bara. Pembakaran batu bara pada pembangkit listrik adalah sumber utama pencemaran SO2. Selain itu berbagai proses industri seperti pembuatan kertas dan peleburan logam-logam dapat mengemisikan SO2 dalam kensentrasi yang relatif tinggi. SO2 adalah kontributor utama hujan asam. Di dalam awan dan air hujan SO2 mengalami konversi menjadi asam sulfur dan aerosol sulfat di artmosfer. Bila aerosol tersebut masuk ke dalam system pernapasan maka dapat mengebabkan berbagai penyakit perafasan mulai dari gangguan pernafasan sampai kerusakan permanen paru-paru.

2.1.7. Volatile Organic Compounds (FOCs)

Senyawa organic volatile (VOC) adalah senyawa organic yang mudah menguap. VOC dilepaskan dari pembakaran bahan bakar, seperto bansin, kayu, batu bara, bahan-bahan pelarut, cat, lem, dan produk-produk lain yang digunakan di rumah dan kantor. Emisi kendaraan bermotor adalah sumber VOC yang penting. Berbagai senyawa VOC adalah pencemar udara yang berbahaya, benzene, formaldehida, benzo-a-pirena (BaP). VOC juga merupakan precursor ozon yang dapat meningkatkan produksi ozon meningkat dengan cepat.

2.1.8. Timbal (Pb)

Timbal adalah logam yang sangat toksik dan menyebabkan berbagai dampak kesehatan terutama pada anak-anak kecil. Timbal dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf, gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, logam ini juga dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 µgram/dl dalam darah, masalah pencernaan, sedangkan berbagai bahan kimia yang mengandung timbal dapat menyebabkan kanker. Timbal yang ada di dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah.

2.1.9. Tembaga (Cu)

Untuk dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan Cu (tembaga) dapat masuk melalui bermacam-macam jalur dan sumber. Secara global sumber masuknya unsur logam tembaga dalam tatanan lingkungan adalah secara alamiah dan non alamiah. Secara alamiah Cu dapat masuk ke dalam suatu lingkungan sebagai akibat dari berbagai peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan dari bantuan mineral. Sumber lain adalah debu, partikulat Cu yang ada dalam udara yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan non alamiah masuk ke tatanan alamiah akibat aktifitas manusia seperti: buangan industri, pertambahan Cu, industri galangan kapal dan bermacam-macam aktifitas pelabuhan lainnya merupakan aktifitas yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan. Masuknya berbagai efek samping dari aktifitas manusia ini ditentukan oleh banyaknya yang dilakukan oleh proses daur ulang yang terjadi dalam sistem tatanan lingkungan perairan yang merupakan efek dari aktifitas biota perairan juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan Cu dalam badan perairan (Heryando, Palar 1994).

2.2. Faktor-faktor Pencemaran Udara

Sumber pencemaran udara dapat dikategorikan atas sumber bergerak dan tidak bergerak, yang meliputi berbagai sektor termasuk transportasi, industri, dan domestik. Pada umumnya proses pembakaran bahan bakar fosil baik yang di dalam mesin transportasi, proses pembakaran dan pengolahan industri, maupun pembakaran terbuka (domestik) mengeluarkan pencemar-pencemar udara yang hampir sama, walaupun secara spesifik jumlah relatif masing-masing pencemar yang diemisikan tergantung pada karakteristik properti bahan bakar dan kondisi pembakarannya.

2.2.1. Emisi kendaraan bermotor

Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang penting di daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesinnya. Pada pembakaran sempurna emisi paling signifikan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor berdasarkan massa adalah gas karbon dioksida dan uap air, namun kondisi ini jarang terjadi. Hampir semua bahan bakar mengandung polutan dengan kemungkinan pengecualian bahan bakar sel (hidrogen) dan hidrokarbon ringan seperti metana (CH4).

Polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan BBM antara lain CO, HC, SO2, NO2, dan partikulat. Pengalaman dari negara-negara maju menunjukkan bahwa emisi zat-zat pencemar udara dari sumber transportasi dapat dikurangi secara substansial dengan perbaikan sistem pembakaran dan penggunaan katalis (catalytic converter) serta pengendalian menejemen lalu lintas. Dengan kondisi pertumbuhan kendaraan bermotor yang cepat di kota-kota yang besar disertai dengan kondisi emisi rata-rata kendaraan yang melebihi ambang batas emisi, akan memperburuk kualitas udara dan perbaikan sistem tersebut sulit dilakukan. Sehingga menimbulkan kerugian biaya kesehatan, produktivitas, dan ekonomi yang makin besar.

2.2.2. Emisi industri

Pembakaran bahan bakar untuk berbagai kegiatan industri termasuk pembangkit listrik, produksi kimia dan produk lainnya, pengolahan logam, insinerasi, penggunaan bahan bakar industri, dan lain-lain merupakan sumber pencemar industri yang utama. Jenis bahan bakar yang digunakan industri berdasarkan klasifikasi energi Indonesia meliputi batu bara (batu bara, kokas, dan kayu) dan produk minyak (marine fuel oil/MFO), high speed diesel (HSD), minyak tanah, bensin, minyak sisa, industrial diesel oil (IDO), liquified petroleum gas (LPG), serta gas alam. Kualitas bahan bakar, bersamaan dengan jenis bahan baku, proses emisi dan kontrol emisi sangat mempengaruhi kualitas emisi industri. Kandungan belerang pada MFO di Indonesia lebih tnggi daripada di dalam HSB, minyak tanah, dan IDO. Sehingga MFO menghasilkan polutan SO2 persatuan volume yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakar minyak lainnya.

Kontribusi Industri-industri manifaktur yang dikelompokkan berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI) atau Internasional Standart of Industrial Code(ISIC) trhadap pencemaran udara yang disignifikan secara agregat. Fasilita-fasilitas di Industri yang mengemisikan zat-zat pencemaran udara diantaranya adalah boiler, generator, semen dan ceramic klin, turbin gas, pengering tanah liat, atau deterjen, tungku pemanasan logam dan kaca, incinerator, oven, dan lain-lain. Berdasarkan jumlah energy yang dihasilkan, komposisi terbesar penggunaan bahan bakar di industry termasuk pembangkit listrik adalah gas alam. Namun demikian pemakaian bahan bakar minyak dan batu bara cukup tinggi, yaitu 51% dari energy sehingga kontribusi bahan bakar yang mengandung zat kotoran lebih banyal dibandingkan gas alam terhadap emisi pencemar udara cukup tinggi dalam perhitungan beban emisi, sumber industry dibagi atas sumber titik besar yaitu sumber industri kecil yang dikelompokan menjadi sumber area Indistri, yang termasuk dalam Large Point Source (LPS) adalah pembangkt listrik, industri semen, logam dan baja, keramik, pulp dan kertas, dan lain-lain. Sedangkan industri-industri lain yang tidak termasuk dalam LPS dikelompokkan kedalam sumber industri area. Perhitungan beban emisi ditentukan oleh factor emisi, volume aktivitas dan efisiensi control emisi suatu sistem atau teknologi pereduksi emisi.

Beberapa faktor yang menyebabkan pencemaran udara dari beberapa industri dan tidak terpantau adalah tingkat ketaatan industry untuk memenuhi peraturan lingkungan masih rendah, kapasitas sumber daya pemerintah sangat terbatas untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara komprehensif, Baku Mutu Emisi (BME) hanya mengatur industri-industri besar dan mengesampingkan industri-industri kecil yang tidak ditetapkan berdasarkan beban emisi melainkan berdasarkan konsentrasi parameter.

2.2.3. Sumber pencemar lainnya

Kontribusi pencemaran disamping dipengaruhi oleh jalan raya dan sumber-sumber industri di daerah perkotaan terdapat berbagai sumber anthropogenik lainnya yang dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti pada total beban suatu jenis pencemar. Aktivitas domestic dan penggunaan bahan bakar untuk keperluan rumah tangga dapat mengemisikan NOx, particular, CO, dan senyawa organic yang mudah menguap. Pada akhir-akhir ini terdapat sumber-sumber pencemar udara lain di wliayah perkotaan seperti pembakaran sampah secara terbuka, saluran air buangan dan Stasiun Pengisi Bahan Bakar (SPBU). SPBU mengemisikan senyawa organik yang mudah menguap dari penguapan bahan bakar pada saat pengisian tangki penyimpanan dan tangki bahan bakar pada kendaraan. Emisi Fugitive dari SPBU kemungkinan mempunyai kontribusi yang cukup berarti terhadap total emisi hidrokarbon tetapi hal ini belum banyak mendapat perhatian dan belum pernah diperhitungkan sebagai salah satu sumber senyawa organik yang mudah menguap yang penting dalam kegiatan inventarisasi emisi di Indonesia.

Saluran air kotor dan air hujan di wilayah perkotaan yang tidak terawat dengan baik dapat tersumbat dan menjadi sumber emisi gas berbau seperti hydrogen sulfide (H2S) dan NH3. Emisi gas-gas tersebut, terutama NH3 merupakan precursor deposisi asam (hujan asam) yang penting. Gas-gas ini juga diemisikan dari dekomposisi sampah terutama sampah organik. Sumber NH3 lainnya yang umumnya tidak berlokasi di wilayah perkotaan atau berbatasan dengan wilayah perkotaan tetapi cukup penting untuk diperhitungkan adalah kegiatan pertanian dan peternakan. Pengelolaan sampah pada saat ini menjadi tantangan besar di berbagai kota besar. Karena minimnya sumber daya untuk mengelola sanitary land fill yang memenuhi syarat, pada umumnya sampah ditimbun secara terbuka (open dumping). Praktek ini menimbulkan masalah lingkungan yang kompleks, termasuk masalah pencemaran udara. Proses dekomposisi aerob dan anaerob memproduksi emisi gas CO2 dan CH4, gas-gas yang penting peranannya sebagai gas rumah kaca (GRK). Adanya akumulasi gas metana juga menyebabkan terbakarnya timbunan sampah sehingga menjadi emisi partikulat, CO, dan HC. Sebagai GRK, CH4 mempunyai nilai GWP (Global Warming Potential) sebesar 21 kali kekuatan CO2.

2.3. Chlorella

Sel Chlorella berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 μm. Dalam sel Chlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis Chlorella merupakan alga hijau yang menurut hidupnya ada dua macam Chlorella, yaitu Chlorella yang hidup di air tawar dan Chlorella yang hidup di air laut. Chlorella berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya keras, terdiri atas selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai proto plasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak. Chlorella merupakan bagian dari mikroalga dimana mikroalga adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu berfotosintesis.

Sel Chlorella umumnya dijumpai sendiri, kadang-kadang bergerombol. Protoplast sel dikelilingi oleh membrane yang selektif, sedangkan di luar membran sel terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin. Di dalam sel terdapat suatu protoplast yang tipis berbentuk seperti cawan atau lonceng dengan posisi menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan vacuola kontraktil tidak ada. Chlorella tumbuh pada salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada salinitas 15 ppm, dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm. Chlorella tumbuh baik pada suhu 200C, tetapi tumbuh lambat pada suhu 320 C. Tumbuh sangat baik sekitar 200-230C. Chlorella termasuk cepat dalam berkembang biak. Chlorella juga menghasilkan suatu antibiotik yang disebut Chlorellin, yaitu suatu zat yang dapat melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

Chlorella membutuhkan lingkungan yang mendukung untuk hidup, diantaranya adalah temperatur yang tinggi, intensitas cahaya, oksigen terlarut, unsur hara, karbon dioksida, dan salinitas. Chlorella memiliki keunikan dapat mengikat logam-logam berat salah satunya timbal. Selain itu, chlorella juga dapat menghasilkan oksigen dari hasil fotosintesis dan dalam keadaan cukup nutrient. Oksigen yang dihasilkan yaitu berkisar 2,8-3,0 mg oksigen per mg karbon yang berasal dari karbon dioksida. Chlorella juga dapat melakukan respirasi endogen dimana dari hasil respirasi tersebut dihasilkan air, ammonia, dan karbon dioksida. Respirasi endogen ini merupakan respirasi yang terjadi jika chlorella ada di lingkungan yang gelap.

2.4. The Power of Water

Pergerakan air di dalam tanah berlangsung secara horizontal dan vertikal. Pergerakan air secara horizontal disebut pergerakan air lateral. Pergerakan air vertikal dapat berupa pergerakan air kebawah yang dipengarujhi oleh gaya gravitasi melalui invitrasi dan perkolasi serta pergerakan air ke atas melalui gerak kapilaritas air yang dipengaruhi oleh porositas tanah dan temperature tanah. Air tanah yang berada di bawah zona perakaran tanaman akan menuju zona perakaran tanaman disebabkan oleh kemampuan kapiler yang dimiliki oleh tanah. Menurut Buckman (1982), air akan bergerak dari tanah yang lembab menuju tanah yang lebih kering. Pada tanah yang lembab jumlah presentasi airnya lebih tinggi, gradien tegangannya lebih besar dan lebih cepat perpindahannya. Pola kapilaritas air tanah dipengaruhi oleh besarnya pengembangan tegangan dan daya hantar pori-pori dalam tanah. Pada jenis tanah yang berbeda akan memberikan pola pergerakan air tanah yang berbeda pula, karena pola pergerakan air tanah yang berupa gerak kapiler ini sangat dipengaruhi oleh tekstur dari tanah tersebut.

Ada dua kemungkinan kemana air bergerak, yang pertama yaitu meresap kedalam tanah jika memungkinkan dan yang kedua bergerak di permukaan tanah menuju ke tempat yang lebih rendah. Ada lima dasar dalam mencegah dan memperbaiki pencemaran udara berbentuk gas: 1. Absorbsi, 2. Adsorbs, 3. Kondensasi, 4. Pembakaran, 5. Reaksi kimia.

Absorbsi, yaitu melakukan solfen yang baik untuk memisahkan polutan gas dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Dengan menggunakan absorbennya air, tetapi kadang-kadang dapat juga tidak menggunakan air atau dryabsorben. Adsorbsi, yaitu mempergunakan kekuatan tarik menarik antar molekul polutan dan zat adsorben. Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap polutan. Berbagai tipe adsorben antara lain karbon aktif dan silican. Kondensasi, dengan kondensasi dimaksudkan agar polutan gas diarahkan mencapai titik kondensasi, terutam dikerjakan pada polutan gas yang bertitik kondensasi tinggi dan penguapan yang rendah (hidrokarbon dan zat organik lain). Pembakaran, mempergunakan proses oksidasi panas untuk menghancurkan gas Hidrokarbon yang terdapat di dalam polutan. Hasil pembakaran berupa Karbon Dioksida dan air. Adapun proses pemisahannya secara fisik dikerjakan bersama-sama dengan proses pembakaran secara kimiawi. Reaksi Kimia. Banyak dipergunakan pada emisi golongan Nitrogen dan Belerang. Membersihkan gas golongan Nitrogen, caranya dengan diinjeksikan Amoniak yang akan berekasi kimia dengan NOX dan membentuk bahan padat yang mengendap. Untuk menjernihkan golongan Belerang dipergunakan copperoksid atau kapur dicampur arang.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Chlorella Sebagai Alternatif Penanganan Polusi

Industri yang berperan besar dalam menghasilkan polusi udara memang menjadi suatu masalah bagi negara yang sedang berkembang khususnya karena negara berkembang banyak meningkatkan perekonomian dengan meningkatkan hasil industri. Namun sayangnya, polusi yang dihasilkan dari industri tersebut tidak sebanding dengan hasil produk industri ataupun penanganan terhadap limbah yang dihasilkan. Berbagai jenis logam berat yang mencemari perairan atau gas buangan dari proses industri berdampak negatif bagi lingkungan. Selain berdampak bagi lingkungan, limbah dan polusi juga berdampak bagi kesehatan manusia. Berbagai penyakit dapat diakibatkan dari zat-zat kimia yang dihasilkan industri.

Chlorella dalam permasalahan polusi dan limbah logam berat akibat aktifitas industri dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran yang terjadi. Chlorella memiliki kelebihan dimana chlorella dapat hidup pada habitat perairan yang kotor. Selain itu, chlorella sangat mudah di temukan di sawah atau empang sehingga biaya untuk penggunaan chlorella tergolong murah. Unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan chlorella terdiri dari unsur mikro dan unsur makro. Makronutrien yaitu unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar, meliputi C, H, O, N, P, K, S, Si, Ca dan Cl. Mikronutrien adalah unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit dan merupakan koenzim meliputi Mn, Fe, Zn, Cu dan Mg. Limbah organik hampir mengandung unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan chlorella seperti: S, P dan K sehingga chlorella dapat tumbuh subur. Tetapi unsur hara disini ada yang berbentuk sebagai kompleks organik sehingga harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk anorganik yang dapat diserap seperti No2, NH3, SO4 dan lain-lain. Oksidasi ini dilakukan oleh aktifitas simbiosis chlorella dan bakteri. Oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi pada lapisan aerob diperoleh melalui reaerasi pada permukaan air tetapi sebagian besar diperoleh dari hasil fotosintesis algae yang tumbuh secara alami pada kolam jika terdapat sinar matahari dan nutrien yang cukup.

Kemampuan chlorella untuk mengubah logam berat dan juga penyerapan gas CO2 di udara dapat dijadikan salah satu bentuk penanganan pencemaran air dan udara. Chlorella dalam siklus hidupnya memang membutuhkan unsur-unsur yang bagi lingkungan memberikan pengaruh buruk jika berlebih. Pengikatan gas CO2 untuk proses respirasi chlorella dapat dijadikan salah satu jalan pengurangan gas CO2 yang menjadi penyebab efek rumah kaca. Penggunaan chlorella juga lebih utama untuk mengikat logam berat seperti timbal, baik yang terlarut di dalam air maupun yang bertebaran bebas di udara.

3.2. Chlorella Dengan Kekuatan Air

Chlorella sp. adalah alga uniselular yang berwarna hijau dan berukuran mikroskopis, diameter selnya berukuran 3-8 mikrometer, berbentuk bulat seperti bola atau bulat telur, tidak mempunyai flagella sehingga tidak dapat bergerak. Chlorella sp bersifat kosmopolit, dan biasa terdapat di air payau, air laut dan air tawar.

Air merupakan habitat hidup Chlorella. Chlorella hidup melayang-layang di dalam air. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa Chlorella relatif tidak memiliki kemampuan untuk bergerak, dengan hidup di dalam air chlorella memanfaatkan pergerakan air untuk berpindah tempat dan bergerak. Selain membantu pergerakan chlorella, gerakan pada air juga memiliki banyak kegunaan, yaitu membantu dalam menyaring atau memisahkan zat-zat polutan yang tersebar bebas di udara.

Jika pada awal bacaan disebutkan pentingnya pergerakan air bagi kelangsungan hidup chlorella, sebenarnya kolaborasi antara chlorella dan air ini tidak hanya sebatas itu. Chlorella memiliki kemampuan menyerap logam terutama timbal dan tembaga (CU) serta berbagai zat hasil dari polusi kendaraan dan proses-proses industri yang kemudian terlarut dalam air. Logam-logam berat dan zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia tersebut digunakan untuk membantu metabolisme Chlorella, misalnya saja logam berat tersebut diserap dan disimpan dalam pyrenoid gangang. Ion tembaga (Cu) yang bermanfaat bagi chlorella tersebut, termasuk ion yang berbahaya apabila dibuang ke badan air karena bersifat toksik. Berdasarkan penjabaran diatas, habitat chlorella di dalam air merupakan suatu simbiosis mutualisme, karena menguntungkan bagi keduanya, bagi air dengan adanya chlorella dapat membantu membersihkan logam-logam berat dalam air, sedangkan bagi Chlorella air berguna untuk berpindah tempat, logam-logam berat dan zat-zat berbahaya yang disaring oleh air, dimanfaatkan Chlorella untuk menjalankan metabolismenya.

3.3. Fotela Sebagai Filter Udara dan Penyejuk Udara Alternatif

Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan hijau yang terjadi pada kloroplast. Dalam fotosintesis terdapat dua tahap, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap (siklus Calvin). Reaksi terang terjadi pada grana (granum), sedangkan reaksi Calvin terjadi di dalam stroma. Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan oksigen (O2). Sedangkan dalam siklus Calvin terjadi seri reaksi siklik yang membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH). Energi yang digunakan dalam siklus Calvin diperoleh dari reaksi terang.

Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah (610 – 700 nm), hijau kuning (510 – 600 nm), biru (410 – 500 nm) dan violet (< 400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam fotosintesis.

Chlorella merupakan algae hijau yang melakukan proses fotosintesis. Untuk menggantikan cahaya sinar matahari pada waktu malam hari, pada produk Fotela ini dipasang lampu led dioda warna merah (670 nm) dan warna biru (450 nm), yang berdasarkan teori merupakan panjang gelombang yang paling baik digunakan untuk proses fotosintesis.
Air mancur di isi dengan chlorella
Lampu dioda warna merah dan biru diletakkan di dasar kolam, kinerjanya seperti lampu sorot.

Gambar 3.1 Fotela-1

Kinerja dari Fotela (Gambar 3.1) ini adalah pergerakan air yang menangkap zat-zat polusi udara dan zat-zat emisi dari proses industri secara adsorbsi. Dalam proses adsorbsi ini, air memisahkan antara polutan dengan zat adsorben. Zat-zat berbahaya yang terkandung dalam polutan tersebut akan diserap oleh chlorella untuk membantu proses metabolisme dalam dirinya. Dalam proses metabolismenya, chlorella akan menghasilkan oksigen, sehingga hasil akhir dari kinerja Fotela ini akan memproduksi udara yang bersih dan secara kontinyu akan memperbaiki lapisan ozon.
Dipasang lampu led dioda merah dan biru
Diisi dengan chlorella

Gambar 3.2 Fotela-2

Pada gambar 3.2 ini merupakan produk Fotela yang dapat digunakan didalam ruangan tertutup sebagai pengganti Air Conditioner (AC), sehingga dapat menghemat penggunaan listrik dengan kinerja yang sama seperti Fotela-1 pada gambar 3.1. Untuk dua buah jenis Fotela-2 dapat digunakan pada ruangan tertutup yang berukuran 3 x 3 m2.


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Chlorella mampu menyerap logam-logam berat dan zat-zat berbahaya hasil dari polusi udara dan emisi proses industri.
2. pergerakan air dapat mengoptimalkan kemampuan kinerja chlorella dalam penyerapan logam-logam berat dan zat-zat berbahaya hasil dari polusi udara dan emisi proses industri.
3. Kinerja dari produk Fotela, “Filter Udara dan Penyejuk Udara Alternatif” dapat diterapkan pada daerah-daerah yang memiliki permasalahan pencemaran udara yang terjadi saat ini dan juga dapat digunakan pada ruangan tertutup sebagai pengganti AC (Air Conditioner).

4.2. Saran

Adanya dukungan dari pihak pemerintah, baik pemerintah pusat ataupun daerah untuk menerapkan penggunaan produk produk Fotela ini sebagai solusi alternatif masalah pencemaran udara yang terjadi saat ini, karena selain biayanya yang murah juga tidak menimbulkan dampak yang berbahaya bagi bumi kita.


DAFTAR PUSTAKA

Round F. 1973. Bio The logy of The Algae Second Edition. London: Edward Arnold, Ltd

Fagerlund F., Heinson G. 2002. Detecting Subsurfaces Groundwater Flow in Fractured Rock Using SP Methods, Environmental Geology.

Hawley H. Amos. 1950. Human Ecology, A Theory of Community Structure. New York: The Ronald Press Company.

Kane Rosalyn, George A. Wistreich. 1974. Biology for Survival. California: Collier-Macmillan Canada, Ltd.

McKinney Ross E. 2004. Environmental Pollution Control Microbiology. New York: Marcel Dekker, Inc.

Moore J. R., John W., Sanders John J. C., and Steven D. G. 2004. Detecting Seepage Through a Natural Moraine Dam Using The Self-Potential Method.

Odum E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Press.

Pickett-Heaps Jeremy D. 1975. Green Algae. Massachusetts: Sinauer Assosiates, Inc.

Steiner Frederick. 2002. Human Ecology, Following Nature’s Lead. Washington-Covelo-London: Island Press.

* Share/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar